Monday, 4 November 2013


Pengertian dan Makna Pendidikan Politik

Pendidikan di Indonesia merupakan upaya untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdasarkan falsafah bangsa dan pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila. Selain itu, fungsi pendidikan di Indonesia adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam rumusan pasal I UU Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai berikut:

“Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar opeserta didik secara aktif mengembangkan potensi”
Rusadi Kantaprawira (1988:54) memandang bahwa "pendidikan politik sebagai salah satu fungsi struktur politik dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan politk rakyat agar mereka dapat berpartisipasi secara nasional dalam sistem politknya"[1]. Dengan demikian pendidikan politik sebagai cara untuk mengenalkan serta memahami politik kepada warga negara untuk secara aktif berpartisipasi dalam sistem politik yang sedang berjalan.

Sedangkan Alfian (1992:235) mengemukakan pendapat tentang pendidikan politik sebagai berikut :

Pendidikan politik (dalam arti kata yang lebih ketat) dapat diartikan sebagai usaha yang sadar untuk mengubah proses sosialisasi masyarakat sehingga memahami dan menghayati betul-betul nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistemm politik yang hendak dibangun.

Dengan demikian, pendidikan politik menurut Alfian sama dengan sosialisasi poIitik, yaitu proses menyampaikan atau menyebarkan program­program pemerintah (penguasa) kepada m;asyarakat dalam suatu sistem politik. Pendidikan politik merupakan upaya mengenalkan suatu sistem politik pada individu dan menentukan reaksi terhadap gejala-gejala politik dalam sistem tersebut. Konsep pendidikan politik dan sosialisasi politik memiliki arti yang berdekatan atau hampir sama sehingga dapat digunakan secara bergantian.

Menurut Michael Rush dan Philip Althoff (2001:22) pendidikan politik diartikan sebagai "suatu proses oleh pengaruh mana seorang individu bisa mengenali sistem politik yang kemudian menentukan sifat-sifat persepsi ­persepsinya mengenai politik serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik".
Proses ini dipengaruhi oleh lingkungan individu berada baik secara sosial, ekonomi, politik dan budaya.pendidikan politik yang diperoleh setiap individu menimbulkan pengalaman-pengalaman politik yang baru sehingga menimbulkan perilaku politik. Perilaku politik sebagai hasil pendidikan politik diungkapkan oleh Kenzie dan Silver (Rush clan Althoff,2001:180) bahwa:

Perilaku politik seseorang itu ditentukan oleh interaksi dari sikap dan sikap politik individu yang mendasar, clan oleh situasi khusus yang dihadapinya_ Asosiasi antara berbagai karakteristik pribadi dan sosial dan tingkah laku politik mungkin adalah hasil dari motivasi sadar atau tidak sadar, atau yang lebih mungkin lagi kombinasi keduanya.

Dengan demikian perilaku politik yang lahir dari sebuah proses pendidikan politik dilakukan secara sadar atau tidak sadar yang dipengaruhi pula oleh interaksi sosial setiap individu. Dalam proses tersebut mengandung nilai-nilai tertentu yang secara normatif diyakini dan dilaksanakan oleh setiap individu. Dalam hal ini Affandi (1996:3) menyatakan pendapatnya "pendidikan politik selalu terkait dengan internalisasi nilai, yakni sebagai proses dengan mana individu mempelajari budaya tersebut sebagai unsur yang penting dari konsep dirinya".

Dengan demikian, pendidikan politik merupakan sebuah usaha untuk menciptakan warga negara yang benar-benar melek politiknya. Selain itu, pendidikan politik sebagai usaha dalam mencapai hak politik yang dimiliki setiap warga negara dalam membangun clan menjalankan suatu sistem politik yang ada. Disamping itu warga negara diharapkan mampu berpartisipasi aktif dalam sistem politik yang menuntut kedewasaan berpolitik untuk menciptakan kedamaian bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasan manusia dengan upaya pengajaran dan pelatihan. Tingkat pendidikan sangat berperan didalam daya penyerapan serta kemampuan berkomunikasi. Untuk peserta yang  Istilah politik berasal dari bahasa yunani Polis yang artinya kota atau Negara yang kemudian muncul kata-kata polities yang artinya warga Negara dan kata politiko’s yang artinya kewarganegaraan. Politika adalah seni tentang kenegaraan yang dijabarkan dalam praktek di lapangan, sehingga dapat dijelaskan tentAng bagaimana hubungan antar manusia (penduduk) yang tinggal di suatu tempat (wilayah) yang meskipun memiliki perbedaan pendapat dan kepentingannya, tetap mengakui adanya kepentingan bersama untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya. Penyelenggaraan kekuasaan Negara dipercayakan kepada suatu badan/lembaga yaitu pemerintah (Great News, 26 Maret 2008). Politik adalah bermacam-macam kegiatan di dalam system politik (atau Negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari system itu dan melaksanakan tujuan tujuan itu. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (Public Goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (Privat Goals). Lagipula politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik dan kegiatan individu. Pendidikan politik adalah aktifitas yang bertujuan untuk membentuk dan menumbuhkan orientasi-orientasi poltik pada individu. Ia meliputi keyakinan konsep yang memiliki muatan politis, meliputi juga loyalitas dan perasaan politik, serta pengetahuan dan wawasan politik yang menyebabkan seseorang memiliki kesadaran terhadap persoalan politik dan sikap politik.
Disamping itu, ia bertujuan agar setiap individu mampu memberikan partisipasi politik yang aktif di masyarakatnya. Pendidikan politik merupakan aktifitas yang terus berlanjut sepanjang hidup manusia dan itu tidak mungkin terwujud secara utuh kecuali dalam sebuah masyarakat yang bebas.Dengan demikian pendidikan politik memiliki tiga tujuan : membentuk kepribadian politik, kesadara politik, dan parsisipasi politik. Pembentukan kepribadian politik dilakukan melalui metode tak langsung, yaitu pelatihandan sosialisasi, serta metode langsung berupa pengajaran politik dan sejenisnya. Untuk menumbuhkan kesadaran politik ditempuh dua metode : dialog dan pengajaran instruktif. Adapun partisispasi politik, ia terwujud dengan keikutsertaaan individu- individu secara sukarela dalam kehidupan politik masyarakatnya. Pendidikan politik dalam masyarakat manapun mempunyai institusi dan perangkat yang menopangnya. Yang  paling mendasar  adalah keluarga, sekolah, partai-partai politik dan berbagai macam media penerangan. Pendidikan politik  juga memiliki dasar dasar ideologis, sosisal dan politik . bertolak dari situlah tujuan-tujuannya dirumuskan.
Jika yang dimaksud dengan “Pendidikan” adalah proses menumbuhkan sisi- sisi kepribadian manusia secara seimbang dan integral, maka “Pendidikan Politik” dapat dikategorikan sebagai dimensi pendidikan, dalam konteks bahwa manusia adalah makhluk politik . sebagaimana halnya bahwa pendidikan mempunyai fungsi-fungsi pemikiran moral, dan ekonomi, maka pendidikan politik juga mempunyai fungsi politik yang akan direalisasikan oleh lembaga-lembaga pendidikan. Pendidikan politik itulah yang akan menyiapkan anak bangsa untuk mengeluti persoalan social dalam medan kehidupan dalam bentuk atensi dan partisipasi, menyiapkan mereka untuk mengemban tanggung jawab dan memberi kesempatan yang mungkin mereka bisa menunaikan hak dan kewajibannya. Hal itu menuntut pendidikan anak bangsa untuk menggeluti berbagai persoalan sosial dalam medan kehidupan mereka dalam bentuk atensi dan partisipasinya secara politik, sehingga mereka paham terhadap ideology politik yang dianutnnya untuk kemudian membelanya dan dengannya mereka wujudkan cita-cita diri dan bangsanya. Pendidikan politik inilah yang mentransfer nilai-nilai dan ideology politik dari generasi ke generasi, dimulai dari usia dini dan terus berlan jut sepanjang hayat. Pendidikan politik merupakan kebutuhan darurat bagi masyarakat, karena berbagai factor yang saling mempengaruhi, dengan demikian pendidikan politiklah yang dapat membentuk perasaan sebagai warga Negara yang benar , membangun individu dengan sifat-sifat yang seharusnya, lalu mengkristalkannya sehingga menjadi nasionalisme yang sebenarnya. Ialah yang akan menumbuhkan perasaan untuk senantiasa barafiliasi, bertanggung jawab dan berbangga akan jati diri bangsa. Tuntunan ini demikian mendesak dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat kita, mengingat bahwa penumbuhan perasaan seperti itu menjadikan seorang warga Negara serius mengetahui hak dan kewajibannya, serta berusaha memahami berbagai problematika masyarakat.
Dari pengertian tauhid sosialnya Prof. Dr HM Amien Rais MA telah merumuskan konsepsi high politik dengan rumusan sebagai berikut:
Pertama, setiap jabatan politik merupakan amanah dari masyarakat, yang harus di pelihara sebaik-baiknya. Amanah itu tidak boleh di salah gunakan, misalnya untuk memperkaya diri sendiri atau mengutungkan golongan saja dan menelantarkan kepentingan umum. Kekuasaan harus di pandang sebagai nikmat yang dikaruniakan oleh Allah untuk mengayomi masyarakat, menegakan keadilan, dan memelihara orde atau tertib sosial yang egalitarian. Kekuasaan betapapun kecilnya, harus dimanfaatkan untuk membangun kesejahteraan bersama, sesuai dengan amanah yang telah diberikan oleh masyarakat luas.
Kedua, setiap jabatan politik mengandung pertanggungan jawab (mas’ulliyah, accountability), sebagaimana diajarkan Nabi, setiap orang pada dasarnya pemimpin yang harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya atas tugas-tugasnya. “Kesadaran akan tanggung jawab ini bukan hanya terbatas dihadapan institusi atau kelembagaan yang bersangkutan, melainkan juga dihadapan Allah, yakni Mahkamah yang paling adil kelak di akhirat bertanggung jawab inilah yang justru paling penting.
Ketiga, kegiatan politik harus dikaitkann secara ketat dengan prinsip ukhuwah, yakni persamaan diantara ummat manusia. Dalam arti luas, ukhuwah melampaui batas etnik, rasial, agama, latar belakang social, keturunan dan sebagainya. Kegiatan politik kualitas tinggi akan menghindari gaya politik konfrontantif yang penuh dengan konflik yang melihat golongan lain sebagai pihak yang harus dieliminasi. “Sebaliknya, gaya politik yang ditempuh adalah yang penuh ukhuwah, mencari saling pengertian dan membangun kerja sama keduniaan seoptimal mungkin dalam menunaikan tugas-tugas kekhalifaan”.
Dari rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa kehidupan bermasyarakat dan bernegara merupakan kebutuhan asasi bagi umat manusia, dimanapun dengan kehidupan bermasarakat ini, umat manusia dapat menjalani kehidupannya dengan saling tolong-menolong. Tangan yang diatas membantu yang dibawah, yang kuat membantu yang lemah, pemimpin membimbing bawahannya, penguasa melindungi rakyat dan seterusnya. alhasil, dalam kehidupan bermasyarakat, praktek saling bantu antar sesama manusia dapat terwujud, untuk secara bersama sama menuju kehidupan sejahtera yang menjadi idaman.
Dengan demikian pendidikan politik memiliki tiga tujuan yaitu:
  1. Membentuk kepribadian politik: pembentukan kepribadian politik dilakukan metode tak langsung yaitu pelatihan dan sosialisasi, serta metode langsung berupa pengajaran politik dan sejenisnya.
  2. Membentuk Kesadaran politik: untuk menumbuhkan kesadaran politik ditempuh dua metode yaitu dialog dan pengajaran instruktif.
  3. Membentuk partisipasi politik: adapun partisipasi politik, ia terwujud dengan keikutsertaan individu-individu secara sukarela dalam kehidupan politik bermasyarakat.
Istilah “Pendidikan Politik” memang telah lama menjadi wacana didunia elit politik, Pendidikan politik masyarakat senantiasa menjadi amanat yang dipikulkan di pundak para politisi, oleh organisasi partainya. Namun pada tatanan realitas mereka lebih sering disibukkan dengan persaingan-persaingan, intrik-intrik, dan mobilisasi massa untuk tujuan-tujuan politik praktisnya, ketimbang memikirkan proses pendidikan massanya agar memiliki kesadaran, wawasan dan partisipasi politik yang baik. Oleh karena itu Partai Amanat Nasional (PAN - 09) sebagai salah satu partai yang peduli dengan gerakan reformasi bangsanya diharapkan dapat memainkan peran pendidikan politik masyarakatnya dengan sungguh-sungguh konsisten dan hati yang tulus, karena memang sudah seharusnya, berdirinya parta-partai merupakan media bagi pendidikan politik yang sebenarnya, yang menyiapkan kepribadian kritis dan terbuka berpartisipasi dalam aktifitas politik atas dasar kesadaran dan pengetahuan yang jelas
Kasarnya, ”pendidikan politik” dan pagelaran ”Pilkada” adalah contradictio in terminis. Dua petak istilah yang bukan hanya berbeda dan berseberangan, tetapi justru saling menegasikan atau menghilangkan! Per definisi, pendidikan politik mensyaratkan banyak unsur bernuansa moral. Semisal, ketaatan terhadap hukum atau aturan main, mengagungkan kepentingan publik, memproses kebijakan secara prosedural, pro rakyat banyak, penuh keteladanan, pencerahan publik, dan mengusung visi serta program yang populis.
Di wilayah lain, pendidikan politik adalah aktivitas yang berorientasi jangka panjang, sistematik, rasional, dan kritis. Reproduksi dari pendidikan politik adalah melahirkan masyarakat warga (civil society) yang kritis, terorganisir, menghormati hukum, bervisi jauh, dan evaluatif terhadap kebijakan publik.
Realitas yang tertangkap, Pilkada justru menjadi ajang pemberangusan terhadap ”nilai-nilai” edukasi publik. Terlampau mudah untuk sekedar melihat pengangkangan hukum dalam momen pertarungan politik memperebutkan kursi kepala daerah tersebut. Mulai dari pemasangan atribut kandidat, spanduk, baliho, bendera partai pendukung, yang dipasang sembarang lokasi. Pelanggaran masa pra, selama dan paska kampanye, para kandidat bahkan running  jauh hari sebelum lampu hijau kampanye dimulai. Hingga pemanfaatan fasilitas publik yang netral untuk kepentingan promosi politik.
Political Trading
Hingga itu, idealisasi pendidikan politik yang bertujuan ideologis, dalam perhelatan Pilkada, menjadi terpental keras ke lokasi terjauh. Menurut Maurice Duverger, ahli Sosiologi Politik Perancis, pendidikan politik merambah tiga arena: yaitu (1) Internalisasi nilai-nilai ideologi dan keyakinan; (2) Wahana sosialisasi dan komunikasi publik secara kritis; serta (3) Institusionalisasi visi politik.
Penjelasannya: internalisasi adalah pewarisan dan penanaman nilai-nilai ideologi perjuangan politik. Seperti yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pergerakan, mulai dari Bung Karno, Hatta, Tan Malaka, hingga Sutan Sjahrir. Mereka adalah ideolog yang sukses melakukan pendidikan politik dan melakukan proses internalisasi nilai perjuangan kepada seluruh rakyat. Sementara sosialisasi dan komunikasi adalah penyalur aspirasi dan kehendak publik. Dan terakhir, institusionalisasi adalah mengorganisir kekuatan rakyat dalam mencapai target dan visi perjuangan, dengan cara yang sistemik dan terorganisir. Para tokoh sekelas Bung Karno dan kawan-kawan sukses melakukan edukasi publik secara konkret, baik dari sisi internalisasi, sosialisasi, dan institusionalisasi. Buktinya, kolonialisme Belanda bisa tergusur dari bumi pertiwi.
Lagi-lagi, output pendidikan poiltik seperti ini terbantahkan dalam ajang Pilkada. Perjuangan para kandidat bukanlah berlatar spirit ideologis, melainkan libido kekuasaan. Mereka, para petarung itu, baik incumbent (penguasa) atau contander (penantang), tidak sedang melakukan sosialisasi dan komunikasi politik yang menyerap aspirasi, melainkan adalah ”memasarkan pesona dan iming-iming”.
Dalam Pilkada, sesungguhnya, berlangsung praktek political trading dan political marketing.Begitupun upaya untuk mendidik rakyat agar bisa kokoh dalam barisan politik yang terorganisir, kritis, cerdas, bebas, dan mampu mendesakkan aspirasi serta tuntutannya, menjadi terpinggirkan dalam momen Pilkada. Pertarungan Pilkada, meskipun melibatkan massa yang besar, bukanlah berbentuk barisan yang kokoh dan sistemik, melainkan adalah kerumunan (political crowd) dan gerombolan (mobocratie). Watak massa yang terjaring dalam kerumunan adalah irasional, tidak kritis, tidak bebas, dan mudah bubar (setelah lunas dibayar!).
Simpul istilah yang cocok untuk menganalogikan gebyar Pilkada adalah political show. Pertunjukan politik ini dikemas dalam teknologi pencitraan yang canggih, berbiaya mahal, menyerap energi besar, dan sensasional. Political show atau pertunjukkan politik ini, tak melulu via media massa (cetak atau elektronik). Melainkan di segala spasi ruang dan tempat. Bahkan bergerilya dengan seribu satu cara.
Kalau perlu, strategi political show juga merambah ke para aktor utama, yaitu para kandidat (baik incumbent maupun contender). Mereka harus memukau bak selebritis, tebar pesona, high performance, retorik, dan menabur janji sana-sini.
Formula tambahan yang kerap menempel ke selebritis Pilkada adalah ini: rombongan mobil mewah, sederatan asisten yang wara-wiri, jepretan blitz kamera, dan sering-sering melakukan konferensi pers. Agaknya, rumus ini telah menjadi contagion mental (penularan efek) ke mana-mana. Di setiap Pilkada, meski di daerah terpencil, selalu bernuansa showbiz politik, alias pertunjukan politik. Jika begitu, bobot pendidikan politik dalam Pilkada memang teramat ringan, kalau tak ingin disebut hilang sama sekali.
               Pendidikan Politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika dikaitkan dengan parpol, pendidikan politik bisa diartikan sebagai usaha sadar dan tersistematis dalam mentransformasikan segala sesuatu yang berkenaan dengan perjuangan parpol tersebut kepada massanya agar mereka sadar akan peran dan fungsi, serta hak dan kewajibannya sebagai manusia atau warga negara. Kampanye Pemilu adalah kegiatan peserta Pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program peserta Pemilu, pada prakteknya kampanye terbuka hanya bermodalkan hiburan yang menyebabkan kurang terdidiknya warga negara secara politik ini. Hal tersebut disertai dengan kecenderungan pasif dan mudahnya dimobilisasi untuk kepentingan pribadi dari para elite politik. Berakhirnya kemeriahan kampanye terbuka atau rapat umum partai politik, meninggalkan persoalan yang belum terselesaikan pada pesta demokrasi kali ini yaitu proses pendidikan politik bagi warga negara.
               Kampanye rapat umum harusnya menjadi sarana kontrak politik melalui tatap muka, bukan jadi pesta hiburan musik atau goyang erotis lima tahunan. Dapat dikatakan dengan berakhirnya rangkaian pemilu 2009, maka berakhir pula penetrasi warga negara dalam proses-proses pengambilan keputusan yang berkaitan erat dengan kehidupan mereka selama lima tahun kedepan. Sebuah proses demokratisasi yang sehat mensyaratkan adanya partisipasi politik yang otonom dari warga negara. Untuk menumbuhkan dan atau meningkatkan partisipasi politik yang otonom dari setiap warga negara, maka pelaksanaan pendidikan politik yang baik dan benar, mutlak diperlukan.
Perikehidupan manusia Indonesia hari ini menjadi semakin liar, contohnya perilaku kekerasan dalam konflik pilkada (maluku utara). Hal tersebut mencerminkan kondisi psikologis sosial masyarakat yang berada dalam keterpurukan dan keputusasaan. Kekhawatiran akan terulangnya kekerasan dalam pemilu legislatif dan presiden nanti adalah suatu kewajaran, mengingat proses demokratisasi di Indonesia bergerak dari pembusukan sebuah rezim otoriter (Suharto) menuju pematangan melalui masa transisi dan konsolidasi. Kekhawatiran tersebut juga didasari oleh partai politik yang belum menjalankan tugasnya melakukan pendidikan politik melalui rapat akbar atau kampanye terbuka karena pesta dengan dana besar tersebut hanya habis untuk hiburan.

Penguatan Modal Sosial
Pandangan para pakar dalam mendefinisikan konsep modal sosial dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama menekankan pada jaringan hubungan sosial (social network), sedangkan kelompok kedua lebih menekankan pada karakteristik (traits) yang melekat pada diri individu manusia yang terlibat dalam sebuah interaksi social.
 Kelompok pertama mendefinisikan modal sosial sebagai kumpulan dari hubungan yang aktif di antara manusia berupa rasa percaya, saling pengertian dan kesamaan nilai dan perilaku yang mengikat anggota dalam sebuah jaringan kerja dan komunitas yang memungkinkan adanya kerjasama. Untuk dapat berbagi wawasan orang harus membangun jaringan hubungan sosial dengan orang lainnya, semakin luas wawasan seseorang semakin bijaksana dalam mengambil tindakan.

              Pandangan tersebut menekankan pada aspek jaringan hubungan sosial yang diikat oleh kepemilikan informasi, rasa percaya, saling memahami, dan kesamaan nilai, dan saling mendukung. Menurut pandangan kelompok ini modal sosial akan semakin kuat apabila sebuah komunitas atau organisasi memiliki jaringan hubungan kerjasama, baik secara internal komunitas, atau hubungan kerjasama yang bersifat antar komunitas. Jaringan kerjasama yang sinergis merupakan modal sosial dan akan memberikan banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat.
              Kelompok kedua mengartikan modal sosial adalah serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka. Nilai-nilai tersebut adalah humanisme dalam bingkai kesatuan dan kesejahteraan rakyat Indonesia, atau dapat pula diartikan bahwa kemampuan untuk bisa hidup dalam perbedaan dan menghargai perbedaan adalah bentuk manifestasi modal sosial. Pengakuan dan penghargaan atas perbedaan adalah suatu syarat tumbuhnya kreativitas dan sinergi. Kemampuan bergaul dengan orang yang berbeda, dan menghargai dan memanfaatkan secara bersama perbedaan tersebut akan memberikan kebaikan buat semua.
          Sekecil apapun, pada dasarnya masyarakat memiliki potensi (bukan sebatas sebagai pemilih yang suaranya menentukan penguasa), dan pendidikan politik diperlukan untuk mendorong potensi kebaikan tersebut, sehingga rakyat tahu apa masalahnya kemudian menemukan solusi dari segala persoalan politik bangsa ini. Terbangunlah partipasi dalam pola membangun masyarakat, dengan semangat kebersamaan. Rakyat merasakan adanya kebersamaan  dan  saling pengertian dan tanggungjawab yang sama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan politik harus didasari dengan kejujuran sebagai upaya menguatkan modal sosial, hal inilah yang membuat kedewasaan demokrasi.Talcoot Parsons  dengan pendekatan teori sistem sosial, mengatakan bahwa ketika sistem sosial itu dimulai dengan kekuatan nilai maka kekuatan nilai itulah yang membingkai  semua  aspek dari sistem itu,  baik cara pengelolaan sumber daya  materi dan non materi,  pola relasi  yang membangun komitmen,  pola pencapaian tujuan dari sistem sosial agar sistem sosial tersebut bisa bertahan menghadapi tantangan baik dari dalam atau luar sistem tersebut.


                          

                                                DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Idrus.1996. Kepeloporan Organisasi Pemuda dalam Pendidikan Politik. Disertasi Pasca Sarjana IKIP Bandung. Tidak Diterbitkan
Adriyana, Devi. 2007. Orientasi Perilaku Politik dalam Budaya Pesantren.
Budiarjo, Mirriam. 1983. Dasar Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia
Kantraprawira, Rusadi. 2004. System Politik Indonesia: suatu model pengantar. Bandung: Sinar Baru Algesindo
www. Pengertian pendidikan politik. com
www. Pengertian dan makna pendidikan politik.com


0 komentar:

Post a Comment