Monday 4 November 2013


Pendidikan dan politik adalah dua elemen penting dalam sistem sosial politik di setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Keduanya sering dilihat sebagai bagian-bagian yang terpisah, yang satu sama lain tidak memiliki hubungan apa-apa. Padahal, keduanya bahu-membahu dalam proses pembentukan karakteristik masyarakat di suatu negara. Lebih dari itu, keduanya satu sama lain saling menunjang dan saling mengisi. Lembaga-lembaga negara dan proses pendidikan berperan penting dalam membentuk perilaku politik masyarakat di negara tersebut. Begitu juga sebaliknya, lembaga-lembaga dan proses politik di suatu negara membawa dampakbesar pada karakteristik pendidikan politik di negara tersebut. 
Perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang  berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Interaksi antara pemerintah dan masyarakat, antarlembaga pemerintah dan antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik. Perilaku politik merupakan salah satu aspek dari perilaku secara umum karena disamping perilaku masih ada perilaku yang lain seperti perilaku ekonomi, perilaku budaya, perilaku keagamaan dan sebagainya. Perilaku polotik merupakan perilaku yang menyangkut persoalan politik.
Sejalan dengan pengertian politik, perilaku politik berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan untuk mencapai suatu tujuan, serta system kekuasaan yang memungkinkan adanya suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat kea rah pencapaian tujuan umum (public goal) dan bukan tujuan orang perorangan.
Berkaitan dengan perilaku politik, satu hal yang perlu dibahas adalah apa yang disebut sikap politik. Walaupun antara sikap dan perilaku terdapat kaitan yang sangat erat, keduanya perlu dibedakan. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi baru merupakan kecenderungan atau pre-disposisi.
Sikap politik dapat dinyatakan sebagai kesiapan untuk bereaksi terhadap objek tertentu yang bersifat politik, sebagai hasil penghayatan terhadap objek tersebut. Dengan munculnya sikap politik tertentu akan dapat diperkirakan perilaku politik apa yang sekiranya akan muncul. Ketidaksetujuan terhadap kebikajan pemerintah menaikkan pajak pendapatan misalnya, merupakan suatu sikap politik.
Setelah Perang Dunia II selesai, di Amerika Serikat terjadi apa yang disebut revolusi dalam ilmu politik, yang dikenal sebagai Behavioral Revolution, atau ada juga yang menamakannya dengan Behavioralism. Terjadinya Behavioral Revolution dalam ilmu politik adalah sebagai dampak dari semakin menguatnya tradisi atau mazhab positivism, sebuah paham yang percaya bahwa ilmu social mampu memberikan penjelasan akan gejala social seperti halnya ilmu-ilmu alam memberikan penjelasan terhadap gejala-gejala alam, dalam ilmu sosial, termasuk ilmu politik. Paham ini sangat kuat diyakini oleh tokoh-tokoh besar sosiologi, seperti Herbert Spener, Auguste Comte, juga Emili Durkheim. Paham positivism merupakan pendapat yang sangat kuat di Amerika Serikat semenjak Charles E. Merriem mempeloporinya di University Chicago, yang kemudian dikenal sebagai The Chicago University School atau mazhab Chicago, yang memulai pendekatan baru dalam ilmu politik.
Selain itu, salah satu factor penopang lahirnya Behavior Revolution ini adalah muncul dan berkembangnya  kecenderungan baru dalama dunia penelitian, yaitu kecenderungan untuk mengadakan penelitian survey. Penelitian ini dapat menjangkau responden dalam jumlah yang sangat besar, guna memahami sikap, orientasi, dan perilaku kalangan masyarakat disertai latar belakang sosial, ekonomi, dan politiknya.
Salah satu dampak yang sangat menyolok dari Behavior Revolution ini adalah munculnya sebuah teori, baik yang bersifat gren maupun pada tingkat menengah (middle level theory). Kemudian ilmu politik diperkaya dengan sejumlah istilah, seperti misalnya analysis, interest aggregation, interest articulation.
Budaya politik, kata Almond dan Verba merupakan sikap individu terhadap system politik dan komponen-komponennya, juga sikap individu terhadap peranan yang dapat dimainkan dalam sebuah system politik.budaya politik tidak lain daripada orientasi psikologis terhadap objek sosial, dalam hal ini system politik kemudian mengalami proses internalisasi kedalam bentuk orientasi yang bersifat kognitif, afektif, dan evaluatif.
Orientasi yang bersifat kognitif menyangkut pemahaman dan keyakinan individu  terhadap system politik dan atributnya, seperti tentang ibu kota negara, batas-batas negara, mata uang yang dipakai, dan lain sebagainya.
Sementara itu, orientasi yang bersifat afektif menyangkut ikatan emosional yang dimiliki oleh individu terhadap system pollitik. Jadi, menyangkut feeling terhadap system politik. Sedangkan orientasi yang bersifat evaluatif menyangkut kapasitas individu dalam rangka memberikan penilaian terhadap system politik yang sedang berjalan dan bagaimana peranan individu di dalamnya.
Dengan sikap dan orientasi politik seperti itu, kemudian terbentuklah budaya politik yang berbeda. Dalam sebuah masyarakat yang sikap orientasi politiknya didominasi oleh karakteristik yang bersifat kognitif akan terbentuk budaya politik yang parochial. Sementara dalam sebuah masyarakat yang sikap dan orientasi politiknya diwarnai oleh karakteristik yang bersifat afektif akan terbentuk budaya politik ynag bersifat subjektif. Akhirnya masyarakat mampu membedakan evaluasi terhadap proses politik yang berjalan, akan terbentuk sebuah budaya politik yang partisipatif.
Budaya politik yang demokratik, dalam hal ini budaya politik yang partisipatif, akan mendukung terbentuknya sebuah system politik yang demokratik dan stabil. Budaya potilik yang demokratik ini menyangkut suatu kumpulan system keyakinan, sikap, nirma, persepsi, dan sejenisnya ynag menopang terwujudnya partisipasi. Menurut Almond dan Verba, keyakinan akan kemampuan seseorang merupakan kunci bagi sebuah sikap politik, dan keyakinan akan kemampuan tersebut merupakan kunci bagi terbentuk dan terpeliharanya demokrasi. Jadi kompetensi merupakan kata kunci. Artinya, warna negara mempunyai keyakinan bahwa mereka memiliki kompetensi untuk terlibat dalam proses politik yang berjalan. Konsekuensi selanjutnya adalah kalangan pemerintah harus mengambil langkah-langkah yang memperhatikan kepentingan warga masyarakat. Klaau tidak demikian, warga masyarakat akan mengalami deprivasi, sehingga mereka menjadi kecewa dan meninggalkan pemerintah. Pada pemilihan yang akan dating, mereka tidak akan memilih pemimpin yang meninggalkan mereka. Sebaliknya, kalau warga masyarakat tidak merasa kompeten untuk terlibat dalam proses politik, implikasinya adalah peranan pemerintah dalam penyelenggaraan negara menjadi sangat dominan. Rakyat menjadi sasaran dan objek kebijaksanaan pemerintah yang dapat dimanipulasi untuk kepentingan pemerintah. Disinilah salah satu sumber utama bagi terbentuknya sebuah budaya politik yang demokratik, yaitu civic culture.
Almond dan Verba mengaitkan tinggi rendahnya budaya politik atau civic culture dengan kehadiran demokrasi dalam sebuah negara. Dari hasil penelitian survei yang dilakukan di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Italia, dan Meksiko. Kedua ilmuwan politik tersebut menemukan bahwa negara yang mempunyai civic culture yang tinggi akan menopang demokrasi yang stabil. Sebaliknya, negara-negara yang memiliki derajat civic culture yang rendah, tidak mendukung terwujudnya sebuah demokrasi yang stabil.
Kesadaran politik dapat diartikan sebagai kesadaran akan hak dan kewajiban sbagai warga negara. Hal ini menyangkut pengetahuan seseorang tentang lingkungan masyarakat dari politik dan menyangkut minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik tempat ia hidup.
Kesadarn politik sendiri pada intinya seperti dijadikan sebagai salah satu kategori untuk mengukur tingkat partisipasi politik seseorang. Factor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik seseorang ialah kesadaran politik dan kepercayaan pada pemerintah.
Kesadaran politik memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan konsep kemampuan politik. Kemampuan politik adalah salah satu hasil keluaran yang dapat diperoleh dari sosialisasi politik, yaitu suatu gambaran bahwa seseorang menilai dirinya dapat memengaruhi proses keputusan politik pemerintah. 
Terdapat beberapa macam kesadaran (awareness) berdasarkan sumber awal datangnya kesadaran tersebut, yaitu:
1.      Autonomous, yaitu kesadaran yang bersumber ari diri sendiri. Orang yang memiliki kesadaran politik seperti ini tidak perlu diintimidasi atau diintervensi oleh orang lain. Inilah macam kesadaran yang paling ideal.
2.      Sosionomous, yaitu kesadaran yang muncul karena adanay intervensi dari orang lain atau kelompok tertentu.
Tinggi rendahnya tingkat kesadaran politik seseorang memang berbeda-beda. Terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi tingkat kesadaran politik seseorang sepert:
1.      Banyaknya pengetahuan yang dimiliki oleh orang tersebut akan lingkungan masyarakat dan politik di sekitarnya.
2.      Adanya minat dan perhatian terhadap segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya.
3.      Baik buruknya penilaian dan apresiasi yang ia miliki kepada pemerintah, baik terhadap kebijakan yang ditekankan maupun terhadap pelaksanaan pemerintahannya.
Gambaran umum mengukur dimensi kesadaran politik seseorang merupakan 2 kriteria:
1.      Mengikuti segala kegiatan pemerintah.
2.      Mengikuti laporan mengenai aktivitas pemerintah melalui media.
Namun tentu saja factor-faktor yang disebutkan diatas hanyalah sekedar gambaran saja, karena masih banyak factor lain yang dapat mempengaruhi tingkat kesadaran politik seseorang, misalnya ekonomi, status seseorang di masyarakat, termasuk apakah orang tersebut mempunyai jabatan atau kedudukan di lingkungan masyarakat.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesadaran politik seseorang. Tinggi rendahnya kesadaran politik seseorangdipengaruhi banyak faktor, diantaranya status sosial dan status ekonomi, afiliasi politik orang tua, dan pengalaman berorganisasi.
Status sosial dalam hal ini, adalah kedudukan seseorang dalam masyarakat karena keturunan, pendidikan dan pekerjaan. Arti dari status ekonomi adalah kedudukan seseorang dalam pelapisan (stratifikasi) masyarakat berdasarkan kepemilikan kekayaan. Hal ini diketahui dari pendapatan, pengeluaran, ataupun pemilikan benda-benda berharga.
Seseorang yang memiliki status sosial dan status ekonomi yang tinggi, diperkirakan tidak hanya memiliki pengetahuan politik, tetapi juga mempunyai minat dan perhatian pada politik serta sikap dan kepercayaan terhadap pemerintah yang tercermin melalui kesadaran politiknya tanpa tindakan untuk ikut serta dalam berbagai proses politik.
Pendidikan politik menjadi sebuah pemahaman dalam setiap warga negara untuk dihayati, sehingga membentuk perilaku poltik atau melek politik. Kedudukan dan pelaksanaan pendidikan politik tidak saja menentukan efektivitas sebuah system politik karena mampu melibatkan warganya, tetapi juga memberikan corak pada kehidupan bangsa di waktu yang akan dating melalui upaya penerusan nilai-nilai polotik yang dianggap relevan dengan pandangan hidup bangsa yang bersangkutan.
Secara umum politik bermacam-macam kegiatan dalam suatu system politik yang menyangkut proses penentuan tujuan serta pelaksanaantujuan dari system tersebut. Penentuan atau perumusan tujuan merupakan proses seleksi di anatar berbagai alternative yang ada serta penentuan prioritas berbagai alternative tersebut. Pelaksanaan tujuan berarti penentuan kebijakan umum, baik berupa pengaturan maupun alokasi sumber daya yang ada dalam masyarakat, sedangkan untuk melaksanakan kebijakn tersebut perlu adanya kekuasaan yang dipakai untuk menciptakan kerjasama, menegakkan aturan-aturan atau norma-norma, dan menyelesaikan konflik yang mungkin timbul. Dengan adanya kekuasaan, akan lebih tepat disebut kewenangan, lembaga-lembaga politik atau pemerintah dalam masyarakat dapat menegakkan aturan-aturan yang ada untuk mewujudkan tujuan.
Dalam kerangka kehidupan politik ini, setiap saat kita saksikan adanya interaksi antarindividu baik dalam hubungan yang sejajar maupun antara atasan dan bawahan. Dikeluarkannya perinath di satu pihak dan ditaatinya oleh pihak lain, merupakan suatu kondisi selain sering pula terdapat keberatan dan penolakan atas perintah serta keputusan yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang.hal itu menggambarkan bermacam-macam perilaku yang berhubungan satu sama lain, baik itu dilakukan oleh suatu lembaga tertentu maupun oleh individu.
Berkaitan dengan perilaku politik, satu ahl ayng perlu dibahas adalah apa yang disebut sikap politik. Walaupun antara sikap dan perilaku terdapat kaitan yang sangat erat, keduanya perlu dibedakan. Sikap merupakan kesiapan untk bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi baru merupakan kecenderungan atau pre-disposisi.






                                                                                                      











Daftar Pustaka
Affandi, Idrus. 1996. Kepeloporan Organisasi Kemasyarakatatan Pemuda dalam Pendidikan Politik. Disertasi Pasca Sarjana IKIP Bandung. Tidak diterbitkan
Almond, Gabriel. 1990. Budaya Politik, Tingkah Laku, dan Demokrasi di Lima Negara. Jakarta: Bumi Aksara
Budiarjo, Miriam.1985. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: gramedia             
Gafar, Afan. 1999.Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kantraprawira, Rusadi. 2004. System Politik Indonesia: suatu model pengantar. Bndung: Sinar Baru Algesindo
Mar’at, 1992. Sikap Manusia, Perubahan, serta Pengukurannya, Jakarta: Gramedia Widya Sarana
Sastroatmodjo, sudijono.1995. Perilaku Politik. Semarang: IKIP Press
Sirozi.2005. Dinamika Hubungan antara Kepentingan Kekuasaan dan Praktik Penyelenggara Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Surbakti, Ramlan. 1999. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

0 komentar:

Post a Comment