A.
Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan
Ruang lingkup mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek
sebagai berikut:
1. Persatuan
dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta, lingkungan,
Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap
Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan
2.
Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib
di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukum dan peradilan nasional,
Hukum dan peradilan internasional
3.
Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota
masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan
dan perlindungan HAM
4.
Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga
masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat,
Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri , Persamaan kedudukan warga Negara.
5. Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi
kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi konstitusi yang pernah
digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi
6. Kekuasan
dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan
otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya
demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat
demokrasi
7. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila
sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai
dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,
Pancasila sebagai ideologi terbuka
8. Globalisasi meliputi: Globalisasi di
lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak
globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan
Mengevaluasi globalisasi.
B.
Ruang
Lingkup
Komunikasi internasional dapat
dipelajari dari tiga perspektif: diplomatik, jurnalistik, dan propagandistik.
1. Perspektif Diplomatik.
Lazim dilakukan secara interpersonal
atau kelompok kecil (small group) lewat jalur diplomatik; komunikasi langsung
antara pejabat tinggi negara untuk bekerjasama atau menyelesaikan konflik,
memelihara hubungan bilateral atau multilateral, memperkuat posisi tawar,
ataupun meningkatkan reputasi. Dilakukan pada konferensi pers, pertemuan
politik, atau jamuan makan malam.
2. Perspektif Jurnalistik.
Dilakukan melalui saluran media
massa. Karena arus informasi didominasi negara maju, ada penilaian komunikasi
internasional dalam perspektif ini didominasi negara maju, juga dijadikan
negara maju sebagai alat kontrol terhadap kekuatan sosial yang dikendalikan
kekuatan politik dalam percaturan politik internasional. Penguasa arus
informasi menjadi gatekeeper yang mengontrol arus komunikasi. Jalur
jurnalistik ini jug sering digunakan untuk tujuan propaganda dengan tujuan
mengubah kebijakan dan kepentingan suatu negara atau memperlemah posisi negara
lawan.
3. Perspektif Propaganda.
Umumnya dilakukan melalui media
massa, ditujukan untuk menanamkan gagasan ke dalam benak masyarakat negara lain
dan dipacu sedemikian kuat agar mempengaruhi pemikiran, perasaan, serta
tindakan; perolehan atau perluasan dukungan, pertajam atau pengubahan sikap dan
cara pandang terhadap suatu gagasan atau peristiwa atau kebijakan luar negeri
tertentu. Propaganda merupakan instrumen terampuh untuk memberikan pengaruh.
Akibat komunikasi internasional dalam perspektif propaganda
ini, masyarakat internasional saat ini hidup dengan travail détente, juga
“perang suci” (George N. Gordon, pakar komunikasi internasional).
4. Pendidikan Politik
Partai
politik menurut Pasal 31 melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai
dengan ruang lingkup tanggung jawabnya dengan memperhatikan kesetaraan gender
dengan tujuan antara lain :
1)
Meningkatkan
kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara;
2)
Meningkatkan
partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara;
3)
Meningkatkan
kemandirian, kedewasaan, dan membangun kesatuan bangsa dalam rangka memelihara
persatuan dan kesatuan bangsa.
C. Ruan Lingkup Ilmu
Politik
Dalam contemporary
political science, terbitan UNESCO 1950, ilmu politik di bagi dalam empat
bidang:
1. Teori politik.
a.
Teori plitik
b.
Sejarah perkembangan ide-ide politik
2. . Lembaga-lembaga politik:
a.
Undang-undang Dasar
b.
Pemerintah Nasional
c.
Pemerintah local dan daerah
d.
fungsi ekonomi dan social dari pemerintah
e. Perbandingan lembaga-lembaga politik
3.
Partai-partai,golongan (groups),dan
pendapatan umum
a.
Partai-partai politik
b.
Golongan-golongan dan asosiasi-asosiasi
c.
partisipasi warga Negara dalam pemerintah dan administrasi
d.
pendapatan umum
4. Hubungan Internasional
a.
Politik Internasional
b.
Organisasi-organisasi dan administrasi internasional
Perkembangan politik juga dapat di
lihat dari berbagai aspek, seperti adanya teori politik, filosofi politik,
politik praktis, etika politik, elit politik, kelompok politik, politik lokal,
intrik politik, praktisi politik, pelaku politik, perilaku politik, permainan
politik, perjuangan politik, institusi politik, komunikasi politik, partisipasi
politik, hak-hak politik, geografi politik (geopolitik), pernyataan politik,
perilaku politik, politik uang (money politics) konflik politik, partai
politik, politik pembuatan kebijakan, politik penguasaan sumberdaya alam,
pendidikan politik, sistem politik, proses politik dan lobi politik.
D.
Pengertian
Politik
Politik adalah proses pembentukan
dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat berwujud proses pembuatan keputusan (
decision making ) khususnya dalam Negara
Secara etimologis, politik berasal
dari bahasa yunani “ Polis “ yang berarti kota berstatus negara. Istikah
politik diartikan berbagai macam kegiatan tujuan-tujuan dari system itu dan melaksanakan
tujuan-tujuan itu.
Harry cahyono,cheepy.1986.ilmu politik dan
perspektifnya(yogyakarta: Tiarawacana) hal 6
E.
Pengertian
Pendidikan Politik
Pendidikan Politik
adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung
jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pendidikan
politik bagi masyarakat merupakan hal terpenting untuk mengantisipasi
terpilihnya kembali para politikus busuk, dan masyarakat harus bisa belajar
dari pengalaman masa lalu agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Hal itu dikatakan
oleh Priyatno Harsastro, MA, Dosen Ilmu Politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang di Semarang, Jumat
(29/8).
Pengetahuan tentang
hak, kewajiban dan ruang lingkup politik harus benar-benar kuat di benak
masyarakat sebelum menentukan pilihannya. Jadi masyarakat tidak hanya
melaksanakan pesta demokrasi hanya untuk memenuhi kewajiban sebagai warga
negara tetapi harus menganggapnya sebagai momen untuk menentukan kelangsungan
hidupnya," katanya.
Pada Pemilu 2009
mendatang bangsa Indonesia dihadapkan dengan kenyataan bahwa begitu banyak
saluran aspirasi politik, baik melalui parpol ataupun calon legislatif yang
diusung. Hal ini menyebabkan begitu banyak janji-janji yang akan
dikumandangkan.
Masyarakat perlu
diberikan pencerahan dengan cara yang kreatif dan edukatif, bukan dengan
sogokan uang. Bagi masyarakat Indonesia, ini lah saatnya menjadi dewasa dalam
politik, membuka mata dan telinga lebar-lebar untuk pembelajaran politik.
Oleh karena itu,
katanya, masyarakat harus dapat menilai secara kritis dan argumentatif parpol
dan caleg pada pemilu mendatang. Hanya parpol yang aspiratif dan caleg yang
berkualitaslah yang tentu dipilih rakyat.
Ia berharap,
masyarakat tidak mudah terperdaya dengan mimpi-mimpi yang ditawarkan selama
masa kampanye nanti. "Sudah saatnya masyarakat untuk kritis terhadap
pemimpinnya," katanya.
Dari 38 partai yang
akan berlaga, baik partai baru maupun lama sama-sama menjanjikan harapan baru
untuk lebih mensejahterakan masyarakat Indonesia.
Sebagian besar
politikus, termasuk yang tampil di partai baru, sudah jelas rekam jejaknya.
Beberapa organisasi sosial telah mencoba mempublikasikan referensi tokoh-tokoh
yang tergolong politikus busuk dan menghimbau agar rakyat tidak memilihnya.
Politikus busuk
yang masih berani mencalonkan diri umumnya telah larut dalam praktik yang korup
sehingga gagal mengemban cita-cita reformasi dan memanfaatkan jabatan demi
kekuasaan semata, bukan untuk mewujudkan masyarakat dan negara yang lebih baik.
Jadi masyarakat
harus mau membuka mata dan telinga terhadap politik. Sebab bila masyarakat
tidak jeli dan membiarkan orang bermasalah terpilih sebagai anggota legislatif,
maka mereka berpotensi untuk menyalahgunakan kedudukannya," kata Achmad
Mauludin, Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Universitas Diponegoro
(UNDIP) Semarang.
Namun, kata Achmad,
sementara ini kategori politikus bermasalah yang ditetapkan oleh masing-masing
organisasi massa ini berbeda satu sama lainnya. Ada yang mengkategorikan
politikus busuk yang ditetapkan hanya berkaitan dengan masalah korupsi.
Padahal, seharusnya
siapapun yang pernah menimbulkan masalah bagi negara dan membohongi rakyat
antara lain, politisi tersebut pernah melakukan korupsi, melakukan pelanggaran
HAM, terlibat dalam perusakan lingkungan hidup, atau mungkin yang terlibat
dalam kejahatan seksual tergolong politikus busuk.
Untuk itu
masyarakat harus selektif dan objektif dalam memilih partai politik dan calon
anggota legislatif. Pilih parpol dan caleg yang memiliki program langsung
menyentuh kepentingan rakyat dan dapat dikerjakan, bukan berisikan daftar
keinginan yang sulit direalisasikan.
Hal ini mutlak
dilakukan agar parpol dan caleg tidak terjebak dalam janji-janji kosong selama
masa kampanye. "Janji-janji seperti ini harus dihilangkan, karena janji
kosong atau sulit direalisasikan bukan hanya tidak mendidik, tetapi sekaligus
merupakan proses penipuan dan pembodohan terhadap rakyat," katanya.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Post a Comment