Pengertian dan Makna Pendidikan Politik
Pendidikan di Indonesia merupakan upaya untuk menciptakan
sumber daya manusia yang berkualitas dan berdasarkan falsafah
bangsa dan pandangan hidup bangsa
yaitu Pancasila. Selain itu, fungsi pendidikan di Indonesia adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam rumusan pasal I UU Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pendidikan
diartikan sebagai berikut:
“Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran
agar opeserta didik secara aktif mengembangkan potensi”
Rusadi Kantaprawira (1988:54) memandang bahwa
"pendidikan politik sebagai salah satu fungsi struktur politik dengan
tujuan untuk meningkatkan pengetahuan
politk rakyat agar mereka dapat berpartisipasi secara nasional dalam sistem politknya"[1].
Dengan demikian pendidikan politik sebagai cara untuk mengenalkan serta
memahami politik kepada warga negara untuk secara aktif berpartisipasi
dalam sistem politik yang sedang berjalan.
Sedangkan Alfian
(1992:235) mengemukakan
pendapat tentang pendidikan politik sebagai berikut :
Pendidikan
politik (dalam arti kata yang lebih ketat) dapat diartikan sebagai usaha yang sadar untuk mengubah proses sosialisasi
masyarakat sehingga memahami dan menghayati betul-betul nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistemm politik yang
hendak dibangun.
Dengan demikian, pendidikan politik menurut Alfian sama
dengan sosialisasi poIitik, yaitu proses menyampaikan atau
menyebarkan programprogram pemerintah
(penguasa) kepada m;asyarakat dalam suatu sistem politik. Pendidikan politik merupakan upaya mengenalkan suatu
sistem politik pada individu dan
menentukan reaksi terhadap gejala-gejala politik dalam sistem tersebut. Konsep pendidikan politik dan sosialisasi
politik memiliki arti yang berdekatan
atau hampir sama sehingga dapat digunakan secara bergantian.
Menurut
Michael Rush dan Philip Althoff (2001:22) pendidikan politik diartikan sebagai "suatu proses oleh pengaruh mana
seorang individu bisa mengenali sistem
politik yang kemudian menentukan sifat-sifat persepsi persepsinya mengenai politik serta reaksi-reaksinya
terhadap gejala-gejala politik".
Proses ini dipengaruhi oleh lingkungan individu berada
baik secara sosial, ekonomi, politik
dan budaya.pendidikan politik yang diperoleh setiap individu menimbulkan pengalaman-pengalaman politik yang baru
sehingga menimbulkan perilaku politik.
Perilaku politik sebagai hasil pendidikan politik diungkapkan oleh Kenzie dan Silver (Rush clan Althoff,2001:180)
bahwa:
Perilaku
politik seseorang itu ditentukan oleh interaksi dari sikap dan sikap politik
individu yang mendasar, clan oleh situasi khusus yang dihadapinya_ Asosiasi
antara berbagai karakteristik pribadi dan sosial dan tingkah laku politik mungkin adalah hasil dari motivasi sadar
atau tidak sadar, atau yang lebih
mungkin lagi kombinasi keduanya.
Dengan demikian perilaku politik yang lahir dari sebuah
proses pendidikan politik dilakukan
secara sadar atau tidak sadar yang dipengaruhi pula oleh interaksi sosial setiap individu. Dalam proses tersebut
mengandung nilai-nilai tertentu yang
secara normatif diyakini dan dilaksanakan oleh setiap individu. Dalam hal ini
Affandi (1996:3) menyatakan pendapatnya "pendidikan politik selalu terkait dengan internalisasi nilai, yakni sebagai
proses dengan mana individu
mempelajari budaya tersebut sebagai unsur yang penting dari konsep dirinya".
Dengan demikian, pendidikan politik merupakan sebuah usaha
untuk menciptakan warga negara yang benar-benar melek politiknya. Selain itu, pendidikan politik sebagai usaha dalam mencapai hak
politik yang dimiliki setiap warga negara
dalam membangun clan menjalankan suatu sistem politik yang ada. Disamping itu warga negara diharapkan mampu berpartisipasi
aktif dalam sistem politik yang
menuntut kedewasaan berpolitik untuk menciptakan kedamaian bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Pendidikan adalah proses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasan manusia
dengan upaya pengajaran dan pelatihan. Tingkat pendidikan sangat berperan
didalam daya penyerapan serta kemampuan berkomunikasi. Untuk peserta yang Istilah politik berasal dari bahasa yunani Polis yang artinya kota atau Negara yang kemudian muncul kata-kata polities
yang artinya warga Negara dan kata
politiko’s yang artinya kewarganegaraan. Politika adalah seni tentang kenegaraan yang dijabarkan dalam
praktek di lapangan, sehingga dapat dijelaskan tentAng
bagaimana hubungan antar manusia (penduduk) yang tinggal di suatu tempat (wilayah) yang meskipun memiliki perbedaan pendapat dan kepentingannya,
tetap mengakui adanya kepentingan
bersama untuk mencapai cita-cita dan tujuan
nasionalnya. Penyelenggaraan kekuasaan
Negara dipercayakan kepada suatu badan/lembaga yaitu pemerintah (Great News, 26 Maret 2008). Politik adalah
bermacam-macam kegiatan
di dalam system politik (atau Negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari system itu dan melaksanakan
tujuan tujuan itu. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh
masyarakat (Public Goals)
dan bukan tujuan pribadi seseorang (Privat
Goals). Lagipula politik menyangkut
kegiatan berbagai kelompok
termasuk partai politik dan kegiatan
individu. Pendidikan
politik adalah aktifitas yang bertujuan untuk membentuk dan menumbuhkan orientasi-orientasi
poltik pada individu. Ia meliputi keyakinan konsep yang memiliki
muatan politis, meliputi juga loyalitas dan perasaan politik,
serta pengetahuan dan wawasan politik yang menyebabkan seseorang memiliki kesadaran terhadap persoalan politik
dan sikap politik.
Disamping itu, ia bertujuan agar
setiap individu mampu memberikan partisipasi politik yang aktif di
masyarakatnya. Pendidikan politik merupakan aktifitas yang terus berlanjut sepanjang hidup
manusia dan itu tidak
mungkin terwujud secara utuh kecuali dalam
sebuah masyarakat yang bebas.Dengan
demikian pendidikan politik memiliki tiga tujuan : membentuk kepribadian politik, kesadara
politik, dan parsisipasi politik.
Pembentukan kepribadian
politik dilakukan melalui metode tak langsung, yaitu pelatihandan sosialisasi,
serta metode langsung berupa pengajaran politik dan sejenisnya. Untuk menumbuhkan kesadaran politik ditempuh
dua metode : dialog
dan pengajaran instruktif. Adapun partisispasi politik, ia terwujud dengan keikutsertaaan individu- individu secara sukarela dalam kehidupan politik masyarakatnya.
Pendidikan politik dalam masyarakat manapun mempunyai institusi dan perangkat yang menopangnya.
Yang paling mendasar adalah keluarga, sekolah, partai-partai politik
dan berbagai macam
media penerangan. Pendidikan politik juga
memiliki dasar dasar ideologis,
sosisal dan politik . bertolak dari situlah tujuan-tujuannya dirumuskan.
Jika yang
dimaksud dengan “Pendidikan” adalah proses menumbuhkan sisi- sisi kepribadian
manusia secara seimbang dan integral, maka “Pendidikan Politik” dapat
dikategorikan sebagai dimensi pendidikan, dalam konteks bahwa manusia adalah
makhluk politik . sebagaimana halnya bahwa pendidikan mempunyai fungsi-fungsi
pemikiran moral, dan ekonomi, maka pendidikan politik juga mempunyai fungsi
politik yang akan direalisasikan oleh lembaga-lembaga pendidikan. Pendidikan politik itulah yang akan
menyiapkan anak bangsa untuk mengeluti
persoalan social dalam medan kehidupan dalam bentuk atensi dan partisipasi, menyiapkan mereka untuk
mengemban tanggung jawab dan memberi
kesempatan yang mungkin mereka bisa menunaikan hak dan kewajibannya. Hal itu menuntut pendidikan anak bangsa
untuk menggeluti berbagai
persoalan sosial dalam medan kehidupan
mereka dalam bentuk atensi
dan partisipasinya secara politik, sehingga mereka paham terhadap ideology politik yang dianutnnya
untuk kemudian membelanya dan dengannya
mereka wujudkan cita-cita diri dan
bangsanya. Pendidikan politik
inilah yang mentransfer nilai-nilai dan ideology politik dari generasi ke generasi, dimulai dari usia dini dan terus berlan jut
sepanjang hayat. Pendidikan politik merupakan
kebutuhan darurat bagi masyarakat, karena berbagai factor yang saling mempengaruhi, dengan demikian pendidikan politiklah yang dapat membentuk perasaan sebagai warga Negara yang benar , membangun individu dengan
sifat-sifat yang seharusnya,
lalu mengkristalkannya sehingga menjadi
nasionalisme yang sebenarnya. Ialah yang akan
menumbuhkan perasaan untuk senantiasa barafiliasi, bertanggung jawab dan berbangga akan jati diri bangsa. Tuntunan ini
demikian mendesak dan
sangat dibutuhkan oleh masyarakat kita, mengingat bahwa penumbuhan perasaan seperti itu menjadikan
seorang warga Negara serius
mengetahui hak
dan kewajibannya, serta berusaha memahami berbagai problematika masyarakat.
Dari pengertian tauhid sosialnya
Prof. Dr HM Amien Rais MA telah merumuskan konsepsi high politik dengan rumusan
sebagai berikut:
Pertama, setiap jabatan politik
merupakan amanah dari masyarakat, yang harus di pelihara sebaik-baiknya. Amanah
itu tidak boleh di salah gunakan, misalnya untuk memperkaya diri sendiri atau
mengutungkan golongan saja dan menelantarkan kepentingan umum. Kekuasaan harus
di pandang sebagai nikmat yang dikaruniakan oleh Allah untuk mengayomi
masyarakat, menegakan keadilan, dan memelihara orde atau tertib sosial yang
egalitarian. Kekuasaan betapapun kecilnya, harus dimanfaatkan untuk membangun
kesejahteraan bersama, sesuai dengan amanah yang telah diberikan oleh
masyarakat luas.
Kedua, setiap jabatan politik
mengandung pertanggungan jawab (mas’ulliyah, accountability), sebagaimana
diajarkan Nabi, setiap orang pada dasarnya pemimpin yang harus
mempertanggungjawabkan kepemimpinannya atas tugas-tugasnya. “Kesadaran akan
tanggung jawab ini bukan hanya terbatas dihadapan institusi atau kelembagaan
yang bersangkutan, melainkan juga dihadapan Allah, yakni Mahkamah yang paling
adil kelak di akhirat bertanggung jawab inilah yang justru paling penting.
Ketiga, kegiatan politik harus
dikaitkann secara ketat dengan prinsip ukhuwah, yakni persamaan diantara ummat
manusia. Dalam arti luas, ukhuwah melampaui batas etnik, rasial, agama, latar
belakang social, keturunan dan sebagainya. Kegiatan politik kualitas tinggi
akan menghindari gaya politik konfrontantif yang penuh dengan konflik yang
melihat golongan lain sebagai pihak yang harus dieliminasi. “Sebaliknya, gaya
politik yang ditempuh adalah yang penuh ukhuwah, mencari saling pengertian dan
membangun kerja sama keduniaan seoptimal mungkin dalam menunaikan tugas-tugas
kekhalifaan”.
Dari rumusan tersebut dapat
disimpulkan bahwa kehidupan bermasyarakat dan bernegara merupakan kebutuhan
asasi bagi umat manusia, dimanapun dengan kehidupan bermasarakat ini, umat
manusia dapat menjalani kehidupannya dengan saling tolong-menolong. Tangan yang
diatas membantu yang dibawah, yang kuat membantu yang lemah, pemimpin
membimbing bawahannya, penguasa melindungi rakyat dan seterusnya. alhasil,
dalam kehidupan bermasyarakat, praktek saling bantu antar sesama manusia dapat
terwujud, untuk secara bersama sama menuju kehidupan sejahtera yang menjadi
idaman.
Dengan
demikian pendidikan politik memiliki tiga tujuan yaitu:
- Membentuk kepribadian politik: pembentukan kepribadian politik dilakukan metode tak langsung yaitu pelatihan dan sosialisasi, serta metode langsung berupa pengajaran politik dan sejenisnya.
- Membentuk Kesadaran politik: untuk menumbuhkan kesadaran politik ditempuh dua metode yaitu dialog dan pengajaran instruktif.
- Membentuk partisipasi politik: adapun partisipasi politik, ia terwujud dengan keikutsertaan individu-individu secara sukarela dalam kehidupan politik bermasyarakat.
Istilah
“Pendidikan Politik” memang telah lama menjadi wacana didunia elit politik,
Pendidikan politik masyarakat senantiasa menjadi amanat yang dipikulkan di
pundak para politisi, oleh organisasi partainya. Namun pada tatanan realitas
mereka lebih sering disibukkan dengan persaingan-persaingan, intrik-intrik, dan
mobilisasi massa untuk tujuan-tujuan politik praktisnya, ketimbang memikirkan
proses pendidikan massanya agar memiliki kesadaran, wawasan dan partisipasi
politik yang baik. Oleh karena itu Partai Amanat Nasional (PAN - 09) sebagai
salah satu partai yang peduli dengan gerakan reformasi bangsanya diharapkan
dapat memainkan peran pendidikan politik masyarakatnya dengan sungguh-sungguh
konsisten dan hati yang tulus, karena memang sudah seharusnya, berdirinya
parta-partai merupakan media bagi pendidikan politik yang sebenarnya, yang
menyiapkan kepribadian kritis dan terbuka berpartisipasi dalam aktifitas
politik atas dasar kesadaran dan pengetahuan yang jelas
Kasarnya,
”pendidikan politik” dan pagelaran ”Pilkada” adalah contradictio in terminis. Dua petak
istilah yang bukan hanya berbeda dan berseberangan, tetapi justru saling
menegasikan atau menghilangkan! Per definisi, pendidikan politik mensyaratkan
banyak unsur bernuansa moral. Semisal, ketaatan terhadap hukum atau aturan
main, mengagungkan kepentingan publik, memproses kebijakan secara prosedural,
pro rakyat banyak, penuh keteladanan, pencerahan publik, dan mengusung visi
serta program yang populis.
Di
wilayah lain, pendidikan politik adalah aktivitas yang berorientasi jangka
panjang, sistematik, rasional, dan kritis. Reproduksi dari pendidikan politik
adalah melahirkan masyarakat warga (civil society) yang kritis, terorganisir,
menghormati hukum, bervisi jauh, dan evaluatif terhadap kebijakan publik.
Realitas yang tertangkap, Pilkada
justru menjadi ajang pemberangusan terhadap ”nilai-nilai” edukasi publik.
Terlampau mudah untuk sekedar melihat pengangkangan hukum dalam momen
pertarungan politik memperebutkan kursi kepala daerah tersebut. Mulai dari
pemasangan atribut kandidat, spanduk, baliho, bendera partai pendukung, yang
dipasang sembarang lokasi. Pelanggaran masa pra, selama dan paska kampanye,
para kandidat bahkan running jauh hari
sebelum lampu hijau kampanye dimulai. Hingga pemanfaatan fasilitas publik yang
netral untuk kepentingan promosi politik.
Political Trading
Hingga
itu, idealisasi pendidikan politik yang bertujuan ideologis, dalam perhelatan
Pilkada, menjadi terpental keras ke lokasi terjauh. Menurut Maurice Duverger,
ahli Sosiologi Politik Perancis, pendidikan politik merambah tiga arena: yaitu
(1) Internalisasi nilai-nilai ideologi dan keyakinan; (2) Wahana sosialisasi
dan komunikasi publik secara kritis; serta (3) Institusionalisasi visi politik.
Penjelasannya:
internalisasi adalah pewarisan dan penanaman nilai-nilai ideologi perjuangan
politik. Seperti yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pergerakan, mulai dari Bung
Karno, Hatta, Tan Malaka, hingga Sutan Sjahrir. Mereka adalah ideolog yang
sukses melakukan pendidikan politik dan melakukan proses internalisasi nilai
perjuangan kepada seluruh rakyat. Sementara sosialisasi dan komunikasi adalah
penyalur aspirasi dan kehendak publik. Dan terakhir, institusionalisasi adalah
mengorganisir kekuatan rakyat dalam mencapai target dan visi perjuangan, dengan
cara yang sistemik dan terorganisir. Para tokoh sekelas Bung Karno dan
kawan-kawan sukses melakukan edukasi publik secara konkret, baik dari sisi
internalisasi, sosialisasi, dan institusionalisasi. Buktinya, kolonialisme
Belanda bisa tergusur dari bumi pertiwi.
Lagi-lagi,
output pendidikan poiltik seperti ini terbantahkan dalam ajang Pilkada.
Perjuangan para kandidat bukanlah berlatar spirit ideologis, melainkan libido
kekuasaan. Mereka, para petarung itu, baik incumbent (penguasa) atau contander
(penantang), tidak sedang melakukan sosialisasi dan komunikasi politik yang
menyerap aspirasi, melainkan adalah ”memasarkan pesona dan iming-iming”.
Dalam Pilkada, sesungguhnya,
berlangsung praktek political trading dan political marketing.Begitupun upaya
untuk mendidik rakyat agar bisa kokoh dalam barisan politik yang terorganisir,
kritis, cerdas, bebas, dan mampu mendesakkan aspirasi serta tuntutannya,
menjadi terpinggirkan dalam momen Pilkada. Pertarungan Pilkada, meskipun
melibatkan massa yang besar, bukanlah berbentuk barisan yang kokoh dan
sistemik, melainkan adalah kerumunan (political crowd) dan gerombolan
(mobocratie). Watak massa yang terjaring dalam kerumunan adalah irasional,
tidak kritis, tidak bebas, dan mudah bubar (setelah lunas dibayar!).
Simpul istilah yang cocok untuk
menganalogikan gebyar Pilkada adalah political show. Pertunjukan politik ini
dikemas dalam teknologi pencitraan yang canggih, berbiaya mahal, menyerap
energi besar, dan sensasional. Political show atau pertunjukkan politik ini,
tak melulu via media massa (cetak atau elektronik). Melainkan di segala spasi
ruang dan tempat. Bahkan bergerilya dengan seribu satu cara.
Kalau perlu, strategi political
show juga merambah ke para aktor utama, yaitu para kandidat (baik incumbent
maupun contender). Mereka harus memukau bak selebritis, tebar pesona, high
performance, retorik, dan menabur janji sana-sini.
Formula tambahan yang kerap
menempel ke selebritis Pilkada adalah ini: rombongan mobil mewah, sederatan
asisten yang wara-wiri, jepretan blitz kamera, dan sering-sering melakukan
konferensi pers. Agaknya, rumus ini telah menjadi contagion mental (penularan
efek) ke mana-mana. Di setiap Pilkada, meski di daerah terpencil, selalu
bernuansa showbiz politik, alias pertunjukan politik. Jika begitu, bobot
pendidikan politik dalam Pilkada memang teramat ringan, kalau tak ingin disebut
hilang sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Idrus.1996. Kepeloporan Organisasi Pemuda dalam
Pendidikan Politik. Disertasi Pasca Sarjana IKIP Bandung. Tidak Diterbitkan
Adriyana, Devi. 2007. Orientasi Perilaku Politik dalam Budaya
Pesantren.
Budiarjo, Mirriam. 1983. Dasar Dasar Ilmu Politik. Jakarta :
Gramedia
Kantraprawira,
Rusadi. 2004. System Politik Indonesia:
suatu model pengantar. Bandung: Sinar Baru Algesindo
www. Pengertian
pendidikan politik. com
www. Pengertian dan
makna pendidikan politik.com
0 komentar:
Post a Comment