Pendidikan dan politik adalah dua elemen penting dalam
sistem sosial politik di setiap negara, baik negara maju maupun negara
berkembang. Keduanya sering dilihat sebagai bagian-bagian yang terpisah, yang
satu sama lain tidak memiliki hubungan apa-apa. Padahal, keduanya bahu-membahu
dalam proses pembentukan karakteristik masyarakat di suatu negara. Lebih dari
itu, keduanya satu sama lain saling menunjang dan saling mengisi.
Lembaga-lembaga negara dan proses pendidikan berperan penting dalam membentuk
perilaku politik masyarakat di negara tersebut. Begitu juga sebaliknya,
lembaga-lembaga dan proses politik di suatu negara membawa dampakbesar pada
karakteristik pendidikan politik di negara tersebut.
Perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan
yang berkenaan dengan proses pembuatan
dan pelaksanaan keputusan politik.
Interaksi antara pemerintah dan masyarakat, antarlembaga pemerintah dan antara
kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan,
pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku
politik. Perilaku politik merupakan salah satu aspek dari perilaku secara umum
karena disamping perilaku masih ada perilaku yang lain seperti perilaku
ekonomi, perilaku budaya, perilaku keagamaan dan sebagainya. Perilaku polotik
merupakan perilaku yang menyangkut persoalan politik.
Sejalan dengan pengertian politik, perilaku politik
berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan untuk mencapai suatu
tujuan, serta system kekuasaan yang memungkinkan adanya suatu otoritas untuk
mengatur kehidupan masyarakat kea rah pencapaian tujuan umum (public goal) dan
bukan tujuan orang perorangan.
Berkaitan dengan perilaku politik, satu hal yang perlu
dibahas adalah apa yang disebut sikap politik. Walaupun antara sikap dan perilaku
terdapat kaitan yang sangat erat, keduanya perlu dibedakan. Sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
terhadap objek tersebut.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi baru merupakan
kecenderungan atau pre-disposisi.
Sikap politik dapat dinyatakan sebagai kesiapan untuk
bereaksi terhadap objek tertentu yang bersifat politik, sebagai hasil
penghayatan terhadap objek tersebut. Dengan munculnya sikap politik tertentu
akan dapat diperkirakan perilaku politik apa yang sekiranya akan muncul.
Ketidaksetujuan terhadap kebikajan pemerintah menaikkan pajak pendapatan
misalnya, merupakan suatu sikap politik.
Setelah Perang Dunia II selesai, di Amerika Serikat
terjadi apa yang disebut revolusi dalam ilmu politik, yang dikenal sebagai
Behavioral Revolution, atau ada juga yang menamakannya dengan Behavioralism.
Terjadinya Behavioral Revolution dalam ilmu politik adalah sebagai dampak dari
semakin menguatnya tradisi atau mazhab positivism, sebuah paham yang percaya
bahwa ilmu social mampu memberikan penjelasan akan gejala social seperti halnya
ilmu-ilmu alam memberikan penjelasan terhadap gejala-gejala alam, dalam ilmu
sosial, termasuk ilmu politik. Paham ini sangat kuat diyakini oleh tokoh-tokoh
besar sosiologi, seperti Herbert Spener, Auguste Comte, juga Emili Durkheim.
Paham positivism merupakan pendapat yang sangat kuat di Amerika Serikat semenjak
Charles E. Merriem mempeloporinya di University Chicago, yang kemudian dikenal
sebagai The Chicago University School atau mazhab Chicago, yang memulai
pendekatan baru dalam ilmu politik.
Selain itu, salah satu factor penopang lahirnya
Behavior Revolution ini adalah muncul dan berkembangnya kecenderungan baru dalama dunia penelitian,
yaitu kecenderungan untuk mengadakan penelitian survey. Penelitian ini dapat
menjangkau responden dalam jumlah yang sangat besar, guna memahami sikap,
orientasi, dan perilaku kalangan masyarakat disertai latar belakang sosial,
ekonomi, dan politiknya.
Salah satu dampak yang sangat menyolok dari Behavior
Revolution ini adalah munculnya sebuah teori, baik yang bersifat gren maupun
pada tingkat menengah (middle level theory). Kemudian ilmu politik diperkaya
dengan sejumlah istilah, seperti misalnya analysis, interest aggregation,
interest articulation.
Budaya politik, kata Almond dan Verba merupakan sikap
individu terhadap system politik dan komponen-komponennya, juga sikap individu
terhadap peranan yang dapat dimainkan dalam sebuah system politik.budaya
politik tidak lain daripada orientasi psikologis terhadap objek sosial, dalam
hal ini system politik kemudian mengalami proses internalisasi kedalam bentuk
orientasi yang bersifat kognitif, afektif, dan evaluatif.
Orientasi yang bersifat kognitif menyangkut pemahaman
dan keyakinan individu terhadap system
politik dan atributnya, seperti tentang ibu kota negara, batas-batas negara,
mata uang yang dipakai, dan lain sebagainya.
Sementara itu, orientasi yang bersifat afektif
menyangkut ikatan emosional yang dimiliki oleh individu terhadap system
pollitik. Jadi, menyangkut feeling terhadap system politik. Sedangkan orientasi
yang bersifat evaluatif menyangkut kapasitas individu dalam rangka memberikan
penilaian terhadap system politik yang sedang berjalan dan bagaimana peranan
individu di dalamnya.
Dengan sikap dan orientasi politik seperti itu,
kemudian terbentuklah budaya politik yang berbeda. Dalam sebuah masyarakat yang
sikap orientasi politiknya didominasi oleh karakteristik yang bersifat kognitif
akan terbentuk budaya politik yang parochial. Sementara dalam sebuah masyarakat
yang sikap dan orientasi politiknya diwarnai oleh karakteristik yang bersifat
afektif akan terbentuk budaya politik ynag bersifat subjektif. Akhirnya
masyarakat mampu membedakan evaluasi terhadap proses politik yang berjalan,
akan terbentuk sebuah budaya politik yang partisipatif.
Budaya politik yang demokratik, dalam hal ini budaya
politik yang partisipatif, akan mendukung terbentuknya sebuah system politik
yang demokratik dan stabil. Budaya potilik yang demokratik ini menyangkut suatu
kumpulan system keyakinan, sikap, nirma, persepsi, dan sejenisnya ynag menopang
terwujudnya partisipasi. Menurut Almond dan Verba, keyakinan akan kemampuan
seseorang merupakan kunci bagi sebuah sikap politik, dan keyakinan akan kemampuan
tersebut merupakan kunci bagi terbentuk dan terpeliharanya demokrasi. Jadi
kompetensi merupakan kata kunci. Artinya, warna negara mempunyai keyakinan
bahwa mereka memiliki kompetensi untuk terlibat dalam proses politik yang
berjalan. Konsekuensi selanjutnya adalah kalangan pemerintah harus mengambil
langkah-langkah yang memperhatikan kepentingan warga masyarakat. Klaau tidak
demikian, warga masyarakat akan mengalami deprivasi, sehingga mereka menjadi
kecewa dan meninggalkan pemerintah. Pada pemilihan yang akan dating, mereka
tidak akan memilih pemimpin yang meninggalkan mereka. Sebaliknya, kalau warga
masyarakat tidak merasa kompeten untuk terlibat dalam proses politik,
implikasinya adalah peranan pemerintah dalam penyelenggaraan negara menjadi
sangat dominan. Rakyat menjadi sasaran dan objek kebijaksanaan pemerintah yang
dapat dimanipulasi untuk kepentingan pemerintah. Disinilah salah satu sumber
utama bagi terbentuknya sebuah budaya politik yang demokratik, yaitu civic
culture.
Almond dan Verba mengaitkan tinggi rendahnya budaya
politik atau civic culture dengan kehadiran demokrasi dalam sebuah negara. Dari
hasil penelitian survei yang dilakukan di Amerika Serikat, Inggris, Jerman,
Italia, dan Meksiko. Kedua ilmuwan politik tersebut menemukan bahwa negara yang
mempunyai civic culture yang tinggi akan menopang demokrasi yang stabil.
Sebaliknya, negara-negara yang memiliki derajat civic culture yang rendah,
tidak mendukung terwujudnya sebuah demokrasi yang stabil.
Kesadaran politik dapat diartikan sebagai kesadaran
akan hak dan kewajiban sbagai warga negara. Hal ini menyangkut pengetahuan
seseorang tentang lingkungan masyarakat dari politik dan menyangkut minat dan
perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik tempat ia hidup.
Kesadarn politik sendiri pada intinya seperti
dijadikan sebagai salah satu kategori untuk mengukur tingkat partisipasi
politik seseorang. Factor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi tinggi rendahnya
partisipasi politik seseorang ialah kesadaran politik dan kepercayaan pada
pemerintah.
Kesadaran politik memiliki hubungan yang berbanding
lurus dengan konsep kemampuan politik. Kemampuan politik adalah salah satu
hasil keluaran yang dapat diperoleh dari sosialisasi politik, yaitu suatu
gambaran bahwa seseorang menilai dirinya dapat memengaruhi proses keputusan
politik pemerintah.
Terdapat beberapa macam kesadaran (awareness)
berdasarkan sumber awal datangnya kesadaran tersebut, yaitu:
1.
Autonomous, yaitu kesadaran yang
bersumber ari diri sendiri. Orang yang memiliki kesadaran politik seperti ini
tidak perlu diintimidasi atau diintervensi oleh orang lain. Inilah macam
kesadaran yang paling ideal.
2.
Sosionomous, yaitu kesadaran yang muncul
karena adanay intervensi dari orang lain atau kelompok tertentu.
Tinggi rendahnya tingkat
kesadaran politik seseorang memang berbeda-beda. Terdapat beberapa hal yang
dapat mempengaruhi tingkat kesadaran politik seseorang sepert:
1.
Banyaknya pengetahuan yang dimiliki oleh
orang tersebut akan lingkungan masyarakat dan politik di sekitarnya.
2.
Adanya minat dan perhatian terhadap
segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya.
3.
Baik buruknya penilaian dan apresiasi
yang ia miliki kepada pemerintah, baik terhadap kebijakan yang ditekankan
maupun terhadap pelaksanaan pemerintahannya.
Gambaran umum mengukur
dimensi kesadaran politik seseorang merupakan 2 kriteria:
1.
Mengikuti segala kegiatan pemerintah.
2.
Mengikuti laporan mengenai aktivitas
pemerintah melalui media.
Namun tentu saja factor-faktor
yang disebutkan diatas hanyalah sekedar gambaran saja, karena masih banyak
factor lain yang dapat mempengaruhi tingkat kesadaran politik seseorang,
misalnya ekonomi, status seseorang di masyarakat, termasuk apakah orang
tersebut mempunyai jabatan atau kedudukan di lingkungan masyarakat.
Terdapat beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi tingkat kesadaran politik seseorang. Tinggi rendahnya
kesadaran politik seseorangdipengaruhi banyak faktor, diantaranya status sosial
dan status ekonomi, afiliasi politik orang tua, dan pengalaman berorganisasi.
Status sosial dalam hal ini,
adalah kedudukan seseorang dalam masyarakat karena keturunan, pendidikan dan
pekerjaan. Arti dari status ekonomi adalah kedudukan seseorang dalam pelapisan
(stratifikasi) masyarakat berdasarkan kepemilikan kekayaan. Hal ini diketahui
dari pendapatan, pengeluaran, ataupun pemilikan benda-benda berharga.
Seseorang yang memiliki status
sosial dan status ekonomi yang tinggi, diperkirakan tidak hanya memiliki
pengetahuan politik, tetapi juga mempunyai minat dan perhatian pada politik
serta sikap dan kepercayaan terhadap pemerintah yang tercermin melalui
kesadaran politiknya tanpa tindakan untuk ikut serta dalam berbagai proses
politik.
Pendidikan politik menjadi
sebuah pemahaman dalam setiap warga negara untuk dihayati, sehingga membentuk
perilaku poltik atau melek politik. Kedudukan dan pelaksanaan pendidikan
politik tidak saja menentukan efektivitas sebuah system politik karena mampu
melibatkan warganya, tetapi juga memberikan corak pada kehidupan bangsa di
waktu yang akan dating melalui upaya penerusan nilai-nilai polotik yang
dianggap relevan dengan pandangan hidup bangsa yang bersangkutan.
Secara umum politik
bermacam-macam kegiatan dalam suatu system politik yang menyangkut proses
penentuan tujuan serta pelaksanaantujuan dari system tersebut.
Penentuan atau perumusan tujuan merupakan proses seleksi di anatar berbagai
alternative yang ada serta penentuan prioritas berbagai alternative tersebut.
Pelaksanaan tujuan berarti penentuan kebijakan umum, baik berupa pengaturan
maupun alokasi sumber daya yang ada dalam masyarakat, sedangkan untuk
melaksanakan kebijakn tersebut perlu adanya kekuasaan yang dipakai untuk
menciptakan kerjasama, menegakkan aturan-aturan atau norma-norma, dan
menyelesaikan konflik yang mungkin timbul. Dengan adanya kekuasaan, akan lebih
tepat disebut kewenangan, lembaga-lembaga politik atau pemerintah dalam
masyarakat dapat menegakkan aturan-aturan yang ada untuk mewujudkan tujuan.
Dalam kerangka kehidupan
politik ini, setiap saat kita saksikan adanya interaksi antarindividu baik
dalam hubungan yang sejajar maupun antara atasan dan bawahan. Dikeluarkannya
perinath di satu pihak dan ditaatinya oleh pihak lain, merupakan suatu kondisi selain
sering pula terdapat keberatan dan penolakan atas perintah serta keputusan yang
dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang.hal itu menggambarkan bermacam-macam
perilaku yang berhubungan satu sama lain, baik itu dilakukan oleh suatu lembaga
tertentu maupun oleh individu.
Berkaitan dengan perilaku
politik, satu ahl ayng perlu dibahas adalah apa yang disebut sikap politik.
Walaupun antara sikap dan perilaku terdapat kaitan yang sangat erat, keduanya
perlu dibedakan. Sikap merupakan kesiapan untk bereaksi terhadap objek
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi baru merupakan
kecenderungan atau pre-disposisi.
Daftar
Pustaka
Affandi,
Idrus. 1996. Kepeloporan Organisasi
Kemasyarakatatan Pemuda dalam Pendidikan Politik. Disertasi Pasca Sarjana
IKIP Bandung. Tidak diterbitkan
Almond,
Gabriel. 1990. Budaya Politik, Tingkah
Laku, dan Demokrasi di Lima Negara. Jakarta: Bumi Aksara
Budiarjo,
Miriam.1985. Dasar-dasar Ilmu Politik,
Jakarta: gramedia
Gafar,
Afan. 1999.Transisi Menuju Demokrasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kantraprawira, Rusadi. 2004. System Politik Indonesia: suatu model pengantar. Bndung: Sinar Baru
Algesindo
Mar’at, 1992. Sikap
Manusia, Perubahan, serta Pengukurannya, Jakarta: Gramedia Widya Sarana
Sastroatmodjo,
sudijono.1995. Perilaku Politik.
Semarang: IKIP Press
Sirozi.2005. Dinamika
Hubungan antara Kepentingan Kekuasaan dan Praktik Penyelenggara Pendidikan.
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Surbakti, Ramlan. 1999. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia
0 komentar:
Post a Comment